Empat sahabat dan suara dari toilet sekolah

 Olivia, Calista, Laura, dan Bianca adalah sahabat dekat sejak awal masuk SMA. Mereka dikenal sebagai kelompok yang kompak, ceria, dan peduli pada orang lain. Meskipun keempatnya memiliki kepribadian yang berbeda Olivia yang humoris, Calista yang perhatian, Laura yang agak ceroboh tapi lucu, dan Bianca yang tenang dan bijak. Setiap hari mereka berangkat dan pulang sekolah bersama, dan dalam kebersamaan itu, banyak kejadian yang mempererat persahabatan mereka.

Saat perjalanan menuju sekolah, mereka melihat seorang anak kecil jatuh dari sepedanya. Tanpa pikir panjang, mereka langsung berlari menghampiri.


“Kenapa bawa sepedanya ngebut ngebut si, dek?” tanya laura dengan lembut.


“Aku dikejar anjing kak, makanya jatuh hehe” jawab si adik kecil sambil mengusap lututnya.


“Yaampun, lain kali hati hati ya dek, ada yang sakit ngga?” tanya laura khawatir.


“Engga kka, makasih ya udah bantuin aku!” ucapnya sambil tersenyum.


Setelah memastikan anak itu baik-baik saja, mereka melanjutkan perjalanan ke sekolah. Saat tiba, bel hampir berbunyi, jadi mereka langsung bergegas masuk kelas. Tak lama kemudian, guru pun masuk dan pelajaran dimulai.


Saat bel istirahat berbunyi, keempat sahabat itu keluar menuju kantin. Namun, saat melewati toilet sekolah, mereka mendengar suara lirih meminta tolong.


“EH TUNGGU DEHH! kalian denger ngga?” Calista panik.


“Buset suara lo keras banget, pelan pelan napa” ucap Bianca.


“Hehe maaf, yuk kita cek ke dalam, takutnya ada apa apa”ajak Calista.


Mereka masuk ke dalam toilet dan kaget melihat seorang adik kelas tergeletak lemas di lantai, tubuhnya basah dan wajahnya tampak memerah. Tanpa pikir panjang, mereka langsung mengangkatnya ke UKS.


“Guesama Laura ke kantin dulu beli roti sama minum buat dia ya” ucap Olivia.


“Yauda sekalian makanan kita juga pake uang lo dulu ya, Lip!” sahut Bianca.


Di tengah jalan menuju kantin, Laura kesandung dan hampir jatuh, membuat olivia ketawa.


“Waduh malu banget gue!” batin Laura, lalu buru-buru menarik Olivia menjauh dari kerumunan yang melihat kejadian itu.


Di warung, mereka menunggu makanan sambil bercanda.


“Sumpah malu banget gue, Lip,” kata Laura kesal.


“HHAHAHA! makanya kalo jalan tu pake mata, Lau!” ejek Olivia.


“Dimana mana juga orang jalan pake kaki, Lip!” balas Laura sewot.


“Iya iya, serah lo dah” ucap Olivia pasrah.


Setelah memesan, mereka kembali ke UKS dan menemukan Calista sedang bertanya pada adik kelas itu.


“Kamu kenapa bisa sampai begini?” tanya Calista lembut.


“Hikss… aku tadi dibully kak, sama anak kelas sebelah. Aku ngga tau salah aku apa,” jawab adik itu sambil menangis.


“Yaampunn, jahat banget sih mereka,” ucap Bianca prihatin.


Galama kemudian, Olivia dan Laura datang ngos-ngosan.


“Lo kenapa ngos ngosan gitu?” tanya Bianca bingung.


“Tadi kayak ada bayangan hitam besar banget di lorong, gue takut makanya lari,” kata Laura sambil mengatur napas.


“Lagian lo kenapa jalan ke lorong gudang kosong segala?” tanya Olivia.


“Mana gue tahu, Lip. Gue kan baru pindah!” balas Laura.


Mereka semua akhirnya tertawa kecil, walau suasana sebelumnya sempat tegang. Setelah menyerahkan roti dan air minum ke adik kelas itu, mereka sepakat melaporkan kejadian bullying tersebut ke wakil kepala sekola bagian kesiswaan.


Calista pun menjelaskan semua kejadian di kantor guru. Setelah itu, bel masuk berbunyi dan mereka kembali ke kelas. Sepulang sekolah, di koridor menuju gerbang, mereka kembali bertemu adik kelas yang sudah terlihat lebih baik.


“Kamu udah baikan?” tanya Calista.


“Iya Kak makasi banyak ya udah nolong aku, masalahnya juga udah diselesaikan, kok.”


“Alhamdullillah. . . sama-sama, hati hati di jalan!” ucap mereka berempat.


Dengan langkah ringan dan hati lega, keempat sahabat itu pun pulang, merasa bahagia karena telah membantu orang lain dan semakin yakin bahwa kebersamaan mereka akan selalu membawa kebaikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diantara roti bakar dan hujan

Ga harus tau segalanya hari ini